Setiap orang cenderung selalu melihat ke atas dalam menjalani hidupnya. berusaha meraih melebihi apa yang orang lain raih. tapi pernahkah sesekali menengok ke bawah? dimana disana akan banyak kita lihat nikmat yang sangat besar yang Tuhan berikan kepada kita daripada orang lain. sesekali tengoklah keluar, lihat betapa banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung kita. bersusah payah hanya untuk mendapat berapa lembar uang ribuan. sementara selama ini apa yang kita lakukan? meremehkan uang senilai segitu karena kita mampu untuk mendapatkan yang lebih banyak. lihat berapa banyak orang di luar sana yang rela berpanas-panasan mencari nafkah dan pendapatan pun mungkin tak akan lebih dari 20 ribu per hari.
Beberapa hari lalu, saat saya menemani ibu berbelanja di sebuah pasar tradisional di daerah tempat saya tinggal, mata saya tertuju pada sebuah sudut. disana berdiri seorang laki-laki tua berumur sekitar 50an mungkin. kerutan di wajahnya menyiratkan banyak perjalanan hidup yang mungkin sebagian besar yang telah beliau lewati. satu menit, dua menit, dan beberapa menit selanjutnya mata saya tetap memperhatikan bapak tersebut. dengan membawa dagangannya berupa balon, memencet-mencet terompet untuk menarik pengunjung, mondar-mandir di bawah terik matahari yang terik siang itu, beliau berusaha beradu nasib dengan banyak pedagang di sekitar situ. miris, tidak ada satupun pembeli. pikirkan, apabila sehari itu bapak itu tidak berhasil menjual satupun balon, bagaimana nasib keluarganya di rumah? mau makan apa untuk buka puasa hari ini? terlebih lagi tidak banyak orang yang merelakan uangnya keluar dari kantong hanya untuk membeli sebuah balon yang tidak ada gunanya untuk mereka mungkin, kecuali untuk para orang tua yang anaknya menangis merengek-rengek minta dibelikan balon. mungkin mereka saja akan berpikir beberapa kali untuk membeli. tapi lihatlah untuk pak penjual balon tersebut, menggantungkan hidupnya pada balon, sabar menanti setiap pembeli.
hari itu, bapak tukang balon itu telah membuat saya menangis. bagaimana bodohnya saya jika tidak bisa mensyukuri apa yang saya miliki. saya memang tidak berasal dari keluarga kaya, orang tua harus bekerja keras membiayai kuliah saya, tanpa mobil, atau fasilitas mewah lainnya seperti teman-teman saya yang lain, tapi saya menyadari saya lebih beruntung daripada tukang balon itu dan orang lain. hari itu mengajari saya bahwa kita tidak boleh selalu melihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah dan semua itu akan membuat kamu lebih bersyukur.
ingin sekali rasanya membantu bapak tersebut, belum satupun dagangannya laku dari pagi hingga menjelang setengah hari. kasian sekali, sungguh. 1 balon pun akhirnya saya beli dan 1 lagi dibeli saudara saya, semoga dengan penjualan 2 balon itu, akan membuka pintu rejeki untuk balon-balon selanjutnya. 10 ribu yang biasanya kita gunakan mungkin hanya untuk sekali makan, atau sekedar membeli pulsa, sangat berarti untuk tukang balon tersebut. masih belum bisa bersyukur melihat semua itu?
tapi sungguh, pekerjaan bapak itu di usian senjanya jauh lebih mulia daripada orang di luar sana yang menjadi pengemis padahal usianya masih muda dan masih sanggup untuk melakukan pekerjaan lain, atau para pejabat kaya yang memakan uang negara untuk mendapat segala fasilitas mewah untuk kehidupannya sendiri.
Senin, 05 Agustus 2013
tukang balon, sebuah pembelajaran
Diposting oleh Maya Alvionita di 22.40
Subscribe to:
Postingan (Atom)